Wednesday, November 5, 2014

Lelaki Kopi

Kopinya hitam pekat
Asap panasnya masih menyebul di udara, bertabrakan dengan kabut yang semakit merapat
Tidak lain tidak bukan. Dia lelaki hitam yang kulihat tadi siang
Pagi kopi, siang kopi
Mungkin dia telah terjebak dalam irama kopi
Hingga menikmati fajar di balik mahameru dengan secangkir kopi

Matanya bergerak cepat menuntaskan kalimat dalam cetakan-cetakan kertas
Seakan menyelidik apa yang terjadi hari ini, di tanah tua yang kering kerontang
Tembakau tetap bersemayam dalam mulutnya dan secangkir kopi diam manis di depannya
Potret seorang lelaki tua di warung kopi tadi siang

Nadanya lantang, mengeluarkan ide-ide tentang pergerakan
Sesekali mengumpat pemerintah
Di mana letak keadilan?
Tapi tetap dia tak pernah lepas, dari rayuan manis kopi yang dia teguk sekali dua suap
Hingga lupa rasa pahit kehidupan

Seragamnya berwibawa dengan bintang-bintang menempel gagah dipundaknya
Tapi dia juga tak pernah lupa, meneguk kopi di kala fajar tiba

Matanya berhias kacamata tua, jalan sudah tak lagi muda
Rambutnya mulai pudar, putih datang hilang tenggelam
Tapi dia juga tak pernah lupa, secangkir kopi pahit dalam ruang nostalgia


(Catatan Malang, 2014, saya lupa menulis puisi ini, kapan dan dimana)

No comments:

Post a Comment