Tuesday, April 8, 2014

Jangan Bunuh Aku Dengan Orde Barumu

Siapa yang akan membunuhmu
Siapa yang akan menghilangkanmu
Siapa yang akan menyisakan
Nama tanpa raga

Membuat namamu terpampang
Di tembok-tembok jalanan
Dipertanyakan dimana
Keberadaanmu
Diteriakkan mulut-mulut
Yang berbusa termakan waktu

Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Teriakkanku dalam balutan nada bisu
Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Caciku dalam sebuah pamflet bisu
Jangan bunuh  aku dengan orde barumu
Ketika rakyat bisu memilihmu

Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Ketika tulisanku menghujam jantungmu
Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Ketika aku tuntut hakku

Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Ketika suaraku lantang berteriak
Di depan gedungmu
Jangan bunuh aku dengan orde barumu
Ketika HAM ku gantung dalam
Sendi-sendi tulangmu

(Catatan LPM DIANNS, 8 April 2014)

Gili Trawangan

Berlari bersama
Bukan perkara mudah
Berjalan bersama
Bukan perkara muda
Menyatukan otak-otak manusia juga
Bukan perkara muda

Lalu, sepenggal lirik Banda Neira
Membisu itu anugrah
Menjawab semua
Ada kala tak bersuara indah
Dan sepi itu indah

Terombang-ambing dalam pusaran ombak
Menerka jalan yang tak pernah ada terang
Berlabuh dalam pelabuhan duri
Memaksakan meski harus tergores luka
Bertahan untuk sesuatu yang tak mampu di logika
Terinjak untuk sesuatu yang tak beralasan

Ranum, mengigil kedinginan
Tanpa ada suara memanggilnya

Lalu, ombak itu menyeretnya
Hingga ke palung terdalam
Tinggal kenang dalam luka
Nestapa mungkin tertawa
Dewata mungkin mengumpat
Ombak pun pilu melahapnya

Kembali ke sedia kala
Menghapus jejak, tinggal nama
Dan semua tertawa
Mencemooh hingga perut membuncit
Serupa Rahwana

(Catatan Soekarno Hatta, Malang, 8 April 2014)