Tuesday, April 30, 2013

Bicara Sastra #2


Puisi kedua ini dibuat pada tanggal 29 April 2013 di DIANNS.

Puisi pertama “Sang Pencari” oleh Syaukani Ihsan

Mencari, berburu, konsisten berbaut kontradiksi
Bongkar !!!
Ini kebodohan, bergerak awas rezim berkuasa
Siapa dia ?
Dia diburu garis kematian !

Puisi kedua “Replika Orba” oleh Deby Yuliana Wahyudi

Hajar, mereka menghajar setiap lutut yang berjajar
Hentak, menghentak setiap gertak yang menggertak

Puisi ketiga “Pemburu Materi” oleh Ganis Harianto

Mati, bukanlah sebuah obsesi
Diam memerlukan ilusi illahi
Bergerak sesuai seleksi

Puisi keempat “Merdeka Jiwa” oleh Putri Tanjung Sari

Ini saatnya reformasi !!!
Hancurkan keterpurukan
Genjatan senjata untuk merdeka

Puisi kelima “Tak Berbatas” oleh Karima Setyorini

Ini agamaku sebagai pencari
Lalu kau apa ?

Dan jadilah puisi ini mejadi satu kesatuan puisi yang berjudul "Tak Berbatas"


Mencari, berburu, konsisten berbaut kontradiksi
Bongkar !!!
Ini kebodohan, bergerak awas rezim berkuasa
Siapa dia ?
Dia diburu garis kematian !

Hajar, mereka menghajar setiap lutut yang berjajar
Hentak, menghentak setiap gertak yang menggertak

Mati, bukanlah sebuah obsesi
Diam memerlukan ilusi illahi
Bergerak sesuai seleksi

Ini saatnya reformasi !!!
Hancurkan keterpurukan
Genjatan senjata untuk merdeka

Ini agamaku sebagai pencari
Lalu kau apa ?


Saat merangkai puisi ini aku salah menafsirkan mengenai maksud dari bait pertama yaitu tentang orba sehingga aku member judul “Replika Orba”. Tetapi ketika kita membahas isi puisi tersebut ternyata mengenai “Wartawan”. Lagi, aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga jangan terpacu bahkan terjebak dalam suatu kalimat. Karena bukan hanya mengandung makna tersurat tapi tersirat. Terima kasih kawan, pelajaranya. Kalian hebat !
Setelah aku baca dengan seksama puisi kedua ini. Puisi ini adalah cerminan dari seorang wartawan. Kenapa ? bacalah dengan seksama dan pahami maknanya kawan. Maka kau akan tahu !

Bicara Sastra #1


Puisi ini dibuat tanggal 29 April 2013 di DIANNS. Dibuat oleh tangan-tangan yang haus akan indahnya sastra. Tangan-tangan seorang penulis yang haus akan goresan tinta hitam. Puisi ini dibuat oleh mereka. Mereka seorang jurnalis muda di keluarga besar DIANNS.

Judul pertama “Alat Kenikmatan” oleh Syaukani Ihsan

Terkadang kau membuat makhluk menjadi linglung
Membawanya keluar dari titik hampa
Banyak yang benci kau bah
Banyak yang menikmatinya
Hey yang ditepian, bungkamlah !

Judul kedua “Wanita Di Ujung Jalan” oleh Deby Yuliana Wahyudi

Banyak yang mencerca tapi dia diam
Banyak yang mengumpat dia tetap diam
Banyak yang menghujat dia masih diam
Banyak yang menghina, sekali lagi dia diam

Judul ketiga “Siapa ?” oleh Karima Setyorini

Nirwana, kini mereka telah sampai puncaknya
Mengecap madu yang memabukkan
Ssst, kalian harus tutup mulut !
Jangan biarkan celah pintu dan rongga tembok
Menangkap basah perilakumu !
Oh, aku bahkan lupa
Siapa aku ?

Puisi keempat “Penghangat Di Keheningan” oleh Ganis Harianto

Kau membungkamsegala perih yang pilu
Dan kau hanyalah secercah pedih yang menyala
Bila malam mengheningkannya
Namaun kau tetap bersinar di keheninganya
Apa kau ada ?
Sinar atau senyawa ?

Puisi kelima “Pelacur” oleh Putri Tanjung Sari

Wanita diam berdiri dalam keheningan
Kenikmatan dalam lamunan gelap gulita
Menangis dalam kesendirian menyiksa
Menatap, meratap, berharapn, melihat pada bulan
Malu….
Tak peduli itu berlalu
Resah…
Tak peduli pada gelisah
Mereka harus mengerti aku bukan binatang jalang

Akhirnya puisi ini menjadi satu kesatuan puisi yang utuh

Terkadang kau membuat makhluk menjadi linglung
Membawanya keluar dari titik hampa
Banyak yang benci kau bah
Banyak yang menikmatinya
Hey yang ditepian, bungkamlah !

Banyak yang mencerca tapi dia diam
Banyak yang mengumpat dia tetap diam
Banyak yang menghujat dia masih diam
Banyak yang menghina, sekali lagi dia diam

Nirwana, kini mereka telah sampai puncaknya
Mengecap madu yang memabukkan
Ssst, kalian harus tutup mulut !
Jangan biarkan celah pintu dan rongga tembok
Menangkap basah perilakumu !
Oh, aku bahkan lupa
Siapa aku ?

Kau membungkamsegala perih yang pilu
Dan kau hanyalah secercah pedih yang menyala
Bila malam mengheningkannya
Namaun kau tetap bersinar di keheninganya
Apa kau ada ?
Sinar atau senyawa ?

Wanita diam berdiri dalam keheningan
Kenikmatan dalam lamunan gelap gulita
Menangis dalam kesendirian menyiksa
Menatap, meratap, berharapn, melihat pada bulan
Malu….
Tak peduli itu berlalu
Resah…
Tak peduli pada gelisah
Mereka harus mengerti aku bukan binatang jalang

Dalam akhir penulisan puisi, aku mengusulkan rangkaian puisi ini berjudul “Wanita Dalam Asap”.  Aku senang banyak tangan-tangan sastra yang mengelilingiku. Setiap kata dan pola pikir mereka bahkan belum terlintas dibenakku. Mereka hebat !