Event Mozaik Blog Competition sponsored by beon.co.id
Ungkapan tinta seorang penulis dalam sepenggal cerita.
Menjadi penulis bukan cita-cita pertama yang terlintas di dalam
benakku. Ingin menjadi penulis merupakan sebuah cita-cita yang mengalir secara perlahan.
Berawal dai sebuah coretan seorang remaja berusia dua belas tahun dalam buku-buku
bekas catatan ketika di sekolah dasar. Kenapa menggunakan buku-buku bekas? Dulu
aku memilah buku-buku yang masih memiliki sisa halaman kosong untuk aku isi.
Kutaruh kembali buku-buku itu dalam jajaran buku yang masih terpakai di lemari
belajar. Aku bukan tipe perempuan yang suka menulis dalam sebuah buku diary
bersampul lucu berwarna-warni. Tetapi aku lebih menyukai lembar-lembar kertas
putih yang tak terpakai. Memulai menulis
dari curahan hati sehari-hari hingga
menulis cerita fiksi layaknya remaja.
Cerita fiksi pertama ku tulis dalam sebuah buku tulis kecil dengan
tebal 58 halaman. Menulis cerita mulai dari halaman tengah hingga halaman belakang yang tak terpakai.
Kalau tidak salah buku itu merupakan buku bekas matematika. Karena aku tak
begitu suka mencatat matematika jadi aku menggunakan buku itu. Cerita pertamaku bisa disebut sebuah novel. Aku menulisnya ketika duduk di bangku sekolah
menengah pertama kelas delapan berjudul antara hidup dan mati. Aku tak tahu
dimana sekarang buku itu berada entah hilang atau masih di gudang rumah. Cerita tersebut terinsipirasi dari sebuah cerita catatan metropolitan. Usiaku sekitar 13
tahun tapi aku menulis tentang kehidupan pergaulan remaja, konflik
persahabatan, dan cinta. Awalnya cerpen atau novel yang aku tulis hanya menjadi
koleksi pribadi. Lalu aku memperlihatkan kepada teman dekatku. Salah satu
teman ku bahkan jika bertemu
denganku pasti bertanya “Debb, ada cerita baru lagi nggak?”. Hingga kemudian
muncul cerita-ceritaku selanjutnya yang lebih ke arah fiksi romance.
Aku ingat pernah membaca sebuah novel di perpustakaan
sekolah. Dalam novel tersebut bercerita tentang seorang perempuan yang ingin menjadi
penulis. Orang mengenal tulisan perempuan itu dari mulut ke mulut teman sekolahnya. Dari
novel tersebut aku mengikuti langkah tokoh perempuan itu. Aku membiarkan teman-temanku membaca
cerpen atau novelku berharap mereka meberikan tanggapan terhadap tulisannku.
Semenjak itu aku mulai dikenal suka menulis. Juga dalam pelajaran Indonesia
ketika SMP yang berbau dengan naskah drama, membuat cerita pendek, dan menulis
puisi aku lahap sampai habis. Bahkan lucunya, jika ada tugas menulis puisi temanku
pasti mencariku. Memintaku untuk
membuatkannya sebuah puisi. Menginjak SMA kesukaanku menulis mengantarkan ku
memilih mengikuti organisasi majalah
sekolah. Dua cerpen sudah karyaku dimuat dalam majalah sekolah. Ketika SMA aku
bisa mengatakan itu puncak pengakuan terhadap passion diriku terhadap menulis
khusunya fiksi. Dua kali sebagai pemenang lomba menulis cerpen ketika bulan
bahasa dan puncaknya mengatas namakan sekolah ketika mengikuti lomba menulis
tiga bahasa tingkat provinsi walaupun aku kalah. Kekalahan membuatku semakin ingin terus melangkah lagi dan lagi.
Majalah Sekolah SMAN I Kab. Tangerang |
Dalam melakukan sesuatu biasanya kita mempunyai tokoh yang mengisnpirasi kita? Sama halnya denganku. Dalam menulis aku mempunyai
seorang tokoh yang aku idolakan sejak aku melahap habis tulisannya tujuh tahun
lalu. Dalam sebuah novel best seller aku mengagumi tulisannya. Alur dan latar
ceritanya yang membuatku tak habis memuji tulisannya, Andrea Hirata. Aku
mengenal Andrea Hirata ketika aku tahu sebuah film layar lebar yang berjudul
laskar pelangi. Membaca tulisan Andrea Hirata pada bukunya yang pertama kali
aku punya yaitu sang pemimpi. Lucu ya seharusnya laskar pelangi dulu yang aku
baca tapi aku malah membaca sang pemimpi. Hingga aku menghabiskan tentralogi
laskar pelangi dalam beberapa hari mengunci diri di kamar hanya untuk membaca.
Aku suka gaya bahasa, latar, alur, dan kekuatan dari ceritanya tentang Belitong. Tulisanku ketika menginjak SMA kental dipengaruhi oleh Andrea Hirata,
ketika menulis cerpen untuk majalah sekolah aku mengangkat cerita tentang
seorang anak miskin di sebuah dusun terpencil, pendidikan setengah tiang, dan
tentang perjuangan mimpi anak daerah. Dari mulai membaca karyanya aku berani
menjadi seorang pemimpi. Dan juga sepenggal ucapan dari ibuku yang masih aku
ingat sampai sekarang. Dia pernah berkata “Sekali-kali cerpennya dikirim ke
majalah gitu”. Sederhana ucapannya tapi dari situ aku tahu dia mendukungku dan
diam-diam suka membaca buku-buku coretan cerpenku yang sering berserakan di
kamar bahkan ruang tamu.
Maryamah Karpov, Andrea Hirata |
Kenapa menjadi penulis? Menulis bukan hanya tentang menulis
cerita fiksi. Memilih jalan menulis membuatku terlibat sebagai pers mahasiswa atau yang sering disebut dengan Persma.
Di dalam sebuah organisasi yang bernama lembaga pers mahasiswa (LPM) aku belajar
lebih dalam tentang dunia menulis. Hingga aku merasakan menulis berita dimana
berita yang aku tulis mendapat hak jawab. Bagaimana berbicara tentang cerita
fiksi, menulis berita, dan opini dengan orang-orang yang lebih ahli dariku. Dan
tentu saja semuanya tentang menulis. Membaca karya-karya teman dari masing-masing blog pribadinya dan tulisannya baik di Majalah maupun buletin kampus. Berlomba menulis cerita sesama teman se-LPM dan bagaimana berlomba dengan deadline tulisan harus selesai. Semuanya menjadi guru yang berharga bahkan teman editor yang mau untuk mengoreksi tulisanku. Mulai mengenal karya-karya sastrawan lama seperti Pramoedya Ananta Toer dan lainnya.
Catatan Pulau Buru |
dan
Buku Sajak Hasan Aspahani |
Sebelumnya, dipenghujung tahun sekolah menengah atas aku membuat blog
pribadi. Berawal dari kesukaan dari blogwalking akhirnya aku membuat blog
pribadiku. Mulanya aku menulis opini tentang anak muda, lifestyle, hingga
sastra dan event aku menulisnya di blog. Mengikuti lomba menulis di blog baik
cerpen, review, maupun feature. Hal ini melatihku agar tetap konsisten menulis
meskipun terkadang sebuah kritikan terlontar untuk sebuah tulisan yang aku
posting di blog. Menulis blog menjadi
sangat bermanfaat ketika era digitalisasi seperti sekarang. Dengan memposting
cerpen dan segala jenis tulisan di blog setiap orang dapat dengan mudah membaca bahkan
memberi tanggapan tentang tulisan kita.
Menjadi penulis itu tidak mudah, ketika
harus mampu menjaga konsistensi dalam menulis dan meluangkan waktu untuk
menulis. Jika aku ditanya kenapa memilih menulis? Aku akan menjawab aku suka
merangkai kata dan membuat sebuah alur cerita yang indah. Menulis menjadi
diriku, orang mengenalku karena tulisanku seperti pepatah lama yang mengatakan
bahwa tulisan akan selalu dikenang. Dan aku terharu ketika menulis sebuah
tulisan yang bertuliskan “Penulis DebbyLian”.
Bukan tentang royalti tapi tentang bagaimana tanggapan seseorang ketika
membaca tulisan kita. Saat dulu di majalah sekolah, sebelum majalah dibagikan
kepada seluruh siswa. Aku pasti merasa degdegan jika terdapat
cerpenku yang dimuat di majalah. Perasaan tentang bagaimana tanggapan pembaca? Apakah
ceritaku menarik atau tidak untuk mereka baca. Sampai sekarang perasaan seperti itu
masih menjadi ciri khasku. Hingga
mendapat julukan penulis hebat dari teman dan celetukkan seorang teman “Kapan loe nerbitin
novel?”. Semua aku rasakan indah dan haru. Hingga suatu titik dimana aku
beranjak dewasa dengan lingkungan yang lebih luas. Mengenal orang-orang yang
lebih mahir menulis daripada aku. Belajar untuk berkompetisi dalam menulis.
Belajar untuk mendapat pengakuan dalam sebuah lingkungan dimana terdapat
penulis-penulis hebat. Belajar untuk tulisan diterima dan dibaca. Karena bagi
seorang penulis royalti terbesar adalah ketika tulisan kita dibaca. Belajar
dari titik nol ketika aku berkaca membaca kembali cerpen yang pernah aku buat
ternyata penulisan EYDnya banyak yang salah. Jujur, aku bukan penulis yang
memiliki tingkat kepintaran tentang penulisan EYD ataupun redaksional yang baik.
Tapi untuk sebuah alur, latar, konsep, cerita, aku berani mengatakan aku
bisa. Lalu ketika berada di lingkungan
yang penuh dengan penulis hebat muncullah sebuah pertanyaan bagaimana agar
tulisanmu bisa bertahan? Bagaimana mempertahankan identitasmu sebagai penulis.
Itu adalah sebuah pertanyaan besar untukku sekarang.
Dan ketika awal tahun 2014 sebuah cerpenku gagal menembus penerbit. Hal itu membuatku semakin giat untuk menulis dan belajar menulis lebih dari sebelumnya. More and more than yesterday! Karena tak ada kata berhenti untuk mencapai sebuah mimpi. Seperti sebuah kutipan dalam novel sang pemimpi yang mengatakan bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. Aku akan terus mewujudkan mimpiku sebagai penulis, merekam jejakku dalam sebuah tulisan.
Bagus deb! Tapi ada kata2 yang janggal aja. Pada kalimat ketika harus mampu. Kalau menurut gw kurang gimana gtu. Itu menurut gw yah. Gw tunggu karya2 loe lagi
ReplyDeleteoke ko, makasih komennya. Emang sih gue juga msh merasa ada yg janggal. ko sekali-kali nulis dong ttg psikologi atau sharing ke gue :))
Deletekeren.....tulisannya
ReplyDeletesalam kenal ya
Makasih, Liswanti. Yuk sharing tulisan masing-masing :)
DeleteSalam kenal juga :)
keren (y) bisa dong ka minta tolong bikinin naskah drama hehehe
ReplyDeleteHahaha bisa-bisa de asal ada cerita aslinya aja terus dibikin naskah :D
DeleteYuk bikin :D
Tulisannya bagus .. bahkan aku harus lebih belajar sama km deb ?!!
ReplyDeletePengen baca novel atau cerpenmu dong ..
Makasih ka :D
DeleteYuk belajar bareng! Baca aja kak di blog ada kok
masih ada kesalahan dalam penulisan deb tapi lumayan bagus sih
ReplyDeleteceritanya menarik dan nilai yg bisa ambil adalah km org nya berani untuk mencoba dan gak takut salah
salut deh buat senior ku :)
#padahal orgnya ada di sebelahku, dasar debby koplak
Iya makasih kritiknya, belajar lagi danar.
DeleteHahaha iya dong berani mencoba ya berani salah.
Yuk nulis di blog dong danar :D
Teruskan keinginmu deb.. Ga semua orang pandai untuk menjadi penulis yang baik.. Jangan mudah menyerah kelak jerih payahmu akan terbayarkan dengan karya yang cukup dibilang baik.. :)
ReplyDeleteSipp dji, semangat juga buat sama-sama gapai mimpi :D
DeleteAmin-amin.
Yuk nulis juga dji
Bagus tulisanmu ini deb. cuman aku masih ngak paham apa tulisanmu harus memiliki klimaks atau datar begitu saja. kalau pakai klimaks lebih bagus.
ReplyDeleteIya ka sipp, makasih sarannya :)
DeleteTulisan berikutnya deh belajar pake klimaks