Zeffry J. Alkatiri merupakan pemenang I anugerah buku puisi terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 2000. Dia lahir dan dibesarkan di Jakarta sesuai dengan bukunya yang berjudul "Dari Batavia Sampai Jakarta 1619 - 1999 : Peristiwa Sejarah dan Kebudayaan Betawi - Jakarta dalam Sajak".
"Kumpulan sajak Zeffry J. Alkatiri, Dari Batavia Sampai Jakarta 1619 - 1999, merupakan untaian manik-manik, setiap sajak bisa berdiri sendiri, namun lebih bisa dibaca apabila dirangkaikan dan merupakan suatu kesatuan. Zeffry tidak memperdulikan kecenderungan perkembangan puisi muktahir. Ia menempuh cara yang unik, yang mungkin belum pernah dilakukan oleh penyair sebelumnya. Ia melakukan semacam penelitian dari , sumber lisan maupun tertulis, untuk mengetahui perkembangan suatu kota, yang ditanggai dan dihayatinya dengan sangat kritis, dan hasilnya adalah sebuah buku puisi yang penuh kearifan hidup" Begitu tertulis dalam sampul belakang buku Zeffry J. Alkatiri, Dari Batavia Sampai Jakarta 1619 - 1999.
Lagi, aku menemukan nama seorang penyair yang tak pernah ku dengar sebelumnya dalam lemari sastra. Jika kamu tidak tahu apa itu lemari sastra? silahkan cek Lemari Sastra. Buku Zeffry J. Alkatiri bersampul putih dengan gambar hitam putih disampulnya. Aku menerka gambar itu adalah potret dari Batavia hingga Jakarta. Ketika mulai membuka lembar demi lembar, buku ini terbagi menjadi tiga masa. Dari tahun 1619 hingga 1942, 1943 sampai 1965, dan masa yang terakhir 1966 - 1999. Jujur, bahasanya ringan dengan sentuhan sedikit bahasa belanda. Dia mempunyai kekuatan sendiri dalam setiap pilihan kata di sajak-sajaknya. Aku menyukai satu puisinya yang menyindir tentang orang - orang yang berbondong-bondong ke Jakarta dan perubahan Jakarta yang berjudul "Bang Ali dan Jakarta Tahun 70-an".
Bang Ali dan Jakarta Tahun 70-an
Twi-dwi-dwi Kramat Jati kok
Bang Ali tujuh biji bes
Wer-wer-kutawer - jebrot !
Dalam tidur
Ruh JP. Coen dan Deandles mampir
Ke tubuhnya dan memberikan palu godam
Untuk pemukul wajah penduduk kota
Yang keras kepala
Seketika bangun, ia langsung memecah kota
Menjadi lima
Dan mengisi jalan dengan robur, bemo, dogde,
dan belicak.
Lalu,
Mengumpulkan seniman di TIM
Mengumpulkkan penjudi di Jakarta Fair
Mengumpulkan pelacur di Kramat Tunggak
Mengumpulkan tengkulak di Kramat Jati
Mengumpulkan anak sekolah untuk aubade
di Balai Kota
Mengumpulkan bus di terminal
Mengumpulkan atlet di sport ball
Mengumpulkan astis di Kuningan
Menyulap rawa Ancol dan Bina Ria
Menyulap ilalang monas jadi Taman Ria
Menyulap kampung becek jadi beton
Serta mengumpulkan koruptor di kantornya
Jakarta cepat berubah wajah
Mencekik leher dan melototkan mata
Membuat kikuk orang daerah
Bagi yang sial dianggap penjara
Siapa suruh datang Jakarta
Sandiri suka sandiri rasa
Eda..e.. sayang
(kata penyanyi Vivi Sumanti)
Tapi banyak yang nekad berjudi mimpi
Seperti dihembus oleh lagu Koes Plus:
Ke Jakarta aku 'kan kembali....
Walaupun apa yang 'kan terjadi...
"Kumpulan sajak Zeffry J. Alkatiri, Dari Batavia Sampai Jakarta 1619 - 1999, merupakan untaian manik-manik, setiap sajak bisa berdiri sendiri, namun lebih bisa dibaca apabila dirangkaikan dan merupakan suatu kesatuan. Zeffry tidak memperdulikan kecenderungan perkembangan puisi muktahir. Ia menempuh cara yang unik, yang mungkin belum pernah dilakukan oleh penyair sebelumnya. Ia melakukan semacam penelitian dari , sumber lisan maupun tertulis, untuk mengetahui perkembangan suatu kota, yang ditanggai dan dihayatinya dengan sangat kritis, dan hasilnya adalah sebuah buku puisi yang penuh kearifan hidup" Begitu tertulis dalam sampul belakang buku Zeffry J. Alkatiri, Dari Batavia Sampai Jakarta 1619 - 1999.
Lagi, aku menemukan nama seorang penyair yang tak pernah ku dengar sebelumnya dalam lemari sastra. Jika kamu tidak tahu apa itu lemari sastra? silahkan cek Lemari Sastra. Buku Zeffry J. Alkatiri bersampul putih dengan gambar hitam putih disampulnya. Aku menerka gambar itu adalah potret dari Batavia hingga Jakarta. Ketika mulai membuka lembar demi lembar, buku ini terbagi menjadi tiga masa. Dari tahun 1619 hingga 1942, 1943 sampai 1965, dan masa yang terakhir 1966 - 1999. Jujur, bahasanya ringan dengan sentuhan sedikit bahasa belanda. Dia mempunyai kekuatan sendiri dalam setiap pilihan kata di sajak-sajaknya. Aku menyukai satu puisinya yang menyindir tentang orang - orang yang berbondong-bondong ke Jakarta dan perubahan Jakarta yang berjudul "Bang Ali dan Jakarta Tahun 70-an".
Dari Batavia Sampai Jakarta |
Twi-dwi-dwi Kramat Jati kok
Bang Ali tujuh biji bes
Wer-wer-kutawer - jebrot !
Dalam tidur
Ruh JP. Coen dan Deandles mampir
Ke tubuhnya dan memberikan palu godam
Untuk pemukul wajah penduduk kota
Yang keras kepala
Seketika bangun, ia langsung memecah kota
Menjadi lima
Dan mengisi jalan dengan robur, bemo, dogde,
dan belicak.
Lalu,
Mengumpulkan seniman di TIM
Mengumpulkkan penjudi di Jakarta Fair
Mengumpulkan pelacur di Kramat Tunggak
Mengumpulkan tengkulak di Kramat Jati
Mengumpulkan anak sekolah untuk aubade
di Balai Kota
Mengumpulkan bus di terminal
Mengumpulkan atlet di sport ball
Mengumpulkan astis di Kuningan
Menyulap rawa Ancol dan Bina Ria
Menyulap ilalang monas jadi Taman Ria
Menyulap kampung becek jadi beton
Serta mengumpulkan koruptor di kantornya
Jakarta cepat berubah wajah
Mencekik leher dan melototkan mata
Membuat kikuk orang daerah
Bagi yang sial dianggap penjara
Siapa suruh datang Jakarta
Sandiri suka sandiri rasa
Eda..e.. sayang
(kata penyanyi Vivi Sumanti)
Tapi banyak yang nekad berjudi mimpi
Seperti dihembus oleh lagu Koes Plus:
Ke Jakarta aku 'kan kembali....
Walaupun apa yang 'kan terjadi...
1999