Aku duduk manis
Di sebuah ruangan pengap, sempit, dan sesak
Ku amati setiap langkah yang berjalan
Ku dengarkan setiap derap langkah yang mendekat
Aku
menerka setiap wajah yang akan datang
Aku
pandang setiap wajah lama, tapi bukan dia
Aku
terka setiap wajah baru, tapi bukan dia
Aku
masih terus diam memandang
Sesekali
terucap dalam lirihku, datanglah
Dia datang
Rambutnya hitam panjang
Rambutnya kucir cepol setengah
Hingga urat nadi di lehernya terlihat
Hari
itu, tak ada kacamata yang menggantung di wajahnya
Matanya
hitam
Kulitnya
sawo matang
Sedetik, dia tersenyum kepadaku
Aku membalas senyumanya lekat-lekat
Lalu dia pergi tanpa kata yang terucap
Satu
hal yang aku ingat
Aku
suka senyumanya, manis
No comments:
Post a Comment